Assalamu'alaykum sayang..
Apa kabar?, sekali-kali baca cerita agak panjang yaaaakk
Cerita ini ditulis dengan air
mata
(gak usah nanya, kok bisa air
mata jadi blog)
Hari itu, aku bangun setelah
tidur yang terus terganggu oleh pikiran kalang kabut. Baru bisa tenang setelah
mendengar azan dan sholat shubuh. Pikirku, Tuhan apa aku sedang bermimpi?, apa
ini masih seperti khayalanku yang dahulu?.
Kembali aku memastikan apa yang kurang segala detailnya. Tak lupa
dua raka’at sholat hajat, karena ku ingin semuanya yang kulakukan ada Ridha
Allah disana. Hingga akhirnya aku berhias dan acara pun bermula. . .
Sesaat setelah ayahku menyebutkan
kalimat ‘Anak perempuan yang paling saya cintai’, semua rekaman perjalan hidup
terulang kembali. Aku tak sanggup menahan tangis dihadapan banyak tamu,
termasuk dia.
Aku teringat semuanya, bagaimana
ayah dan ibuku mendidik ku, menjadi madrasah pertama yang menguatkan aqidah dan
akhlakku, juga budi pekerti, ketulusan, tanggung jawab, dan kasih sayang.
Aku teringat, saat aku harus
berjuang enam tahun yang lalu. Saat semua teman-temanku bisa duduk di bangku
kuliah sesuai dengan keinginan mereka. Saat aku hanya bisa menunggu setiap
pengumuman dari berbagai perguruan tinggi negeri dengan akhir mengecewakan. Aku
mengazamkan diriku dihadapan ayah dan ibuku,
‘Aku akan menjadi apapun saat tak
ada satupun perguruan tinggi negeri yang menerimaku’, dan aku menepati janjiku.
Oktober 2011-
Aku bersama dengan kakak sepupuku
yang baru lulus kuliah, mencari pekerjaan dengan ijasah SMA. Membeli koran
setiap hari sabtu dan mencari lowongan pekerjaan dengan spesifikasi seadanya. Ikut
interview dan tes dimana-mana dengan angkutan umum, bus damri dan jalan kaki. Merasakan teriknya jalanan
berharap besok sudah ada kepastian dari setiap kesempatan.
Tak perlu kuceritakan kenapa ini
bisa terjadi. Yang pasti, saat itu hanya sedikit orang yang mau bersamaku. Entah
dimana mereka yang dahulu tertawa haha-hihi bersamaku. Mungkin aku tenggelam
karena pada masanya aku bahkan tak mampu untuk ada di dunia milenial seperti
sekarang, yang silaturahmi sudah cukup diwakilkan oleh jaringan internet.
Pekerjaan pertamaku adalah
sebagai SPG(sales promotion girl) butik busana muslim. Aku tak pernah
tahu apa itu pekerjaan SPG. Aku pulang kerumah dengan raut muka bahagia,
bercerita pada ibu bahwa aku tidak menganggur lagi dirumah.
Esoknya, ayah mengantarkan aku ke
pusat perbelanjaan paling populer di Bandung, Pasar Baru Trade Center. Aku ditugaskan
untuk menjadi SPG di cabang PasBar. Untunglah ayah dan ibuku mendidiku menjadi
manusia yang qana’ah. Mudah untukku bergaul dengan mereka disana. Mereka semua
orang baik. Hati mereka tulus. Mereka adalah lingkungan pertama yang
mengajarkanku, bagaimana cara menyayangi orang tua yang sebaik-baiknya. Sejujurnya
terkadang aku rindu bersama kalian, yang makan siang dengan menu apapun dan
kondisi apapun tetap nikmat, tak pernah mengeluh, dan bahagia.
Gaji pertamaku saat itu mungkin
hanya sebatas makan siang aku hari ini saat kumpul bersama teman-temanku. Lima
ratus ribu rupiah, menjadi karunia luar biasa, yang harus sampai dari awal
hingga akhir bulan.
Jangan dikira aku sekuat itu. Aku,
menangis hampir disetiap sholatku, terlebih sholat malamku. Sejujurnya masih
ada kata ‘kenapa?’ dalam sujudku. Seolah menyalahkan takdir. Tapi, tak pernah satu tetespun aku perlihatkan
pada ayah dan ibuku. Kusimpan rapih semuanya, ku anggap semua sebagai
pendewasaan dan pelajaran untukku, aku yakin kelak aku akan mendapatkan apa
yang aku mau.
Tiga bulan berlalu, Allah
mengangkat derajatku. Pindah kekantor yang lebih nyaman, yang tak perlu berdiri
seharian dengan angin dan hujan. Aku menjadi staff admin merangkap keuangan di Travel Umrah. Gajiku naik, sampai di angka sembilan ratus ribu rupiah. Yeay,
setidaknya sekarang tidak hanya selembar yang bisa kuberikan pada Ibu.
Hingga tiba masa dimana
penerimaan mahasiswa baru. Ayah dan ibuku marah karena aku melewatkan SBMPTN di
tahun berikutnya. Niatku hanya satu, aku tidak ingin menambah kekecewaan dalam
hati dan pikiranku. Setelah hari itu, aku selalu berdo’a memohon kelapangan,
baru saja mau sembuh pikirku, kenapa aku harus mencari penyakit baru.
Teman ayahku salah satu dosen di
ITB, kampus yang selalu menjadi dambaanku sejak kelas empat SD. Beliau
merekomendasikan perguruan tinggi swasta milik kawan dekatnya. Dan dengan Ridho
Allah aku mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di STIE STEMBI Bandung.
Kampus di belokan jalan
Buahbatu-Gurame yang saat aku masih SMP, selalu menjadi pemandangan favorit
karena gedungnya yang lucu, membuat kepalaku mengikuti arah gedung saat mobil
ayahku berbelok.
Ayah dan ibuku memaksaku untuk
kuliah. Menjadi mahasiswa walaupun bukan dikampus gajah. Pola pikirku saat itu
yang masih idealis, lebih baik tidak kuliah daripada harus kuliah ditempat yang
tidak indah.
Namun, Allah Maha Baik. Disini aku
justru menemukan lingkungan kedua yang mengajariku bagaimana menjadi orang yang
pandai bersyukur. Teman-temanku adalah mereka yang berjuang bukan untuk dirinya
sendiri. Tapi ada tanggungan di hadapan mereka yang harus dipenuhi. Bekerja adalah
fokus utamanya. Dikelas ku dulu bahkan ada mahasiswa yang sudah memiliki putra
dan putri. Semua seolah membuka mata hatiku. Untuk lebih berterima kasih pada
Tuhan. Perjalanan hidup manusia memang bukan untuk dibandingkan, siapa yang
lebih senang dan siapa yang lebih terpuruk.
Setengah dari gajiku adalah biaya
kuliahku, belum termasuk ongkos dan
makan siang. Aku sedih saat kembali aku hanya bisa memberi ibuku selembar uang
merah. Walaupun tak pernah ibuku meminta. Tapi hati ini rasanya ingin memberi
lebih dan terus. Rabb, jadikan aku manusia dengan lapang harta, do’aku.
Aku berpikir bagaimana caranya
agar hidupku bisa lebih baik. Iya, beasiswa, aku mencari beasiswa. Banyak pilihannya,
namun yang kupilih adalah menjadi yang terbaik. Dengan IP yang harus stabil
agar beasiswaku bisa tercapai, dan hidupku bisa lebih layak.
Aku bernazar, saat itu jika
beasiswa ku cair, apapun yang ibuku minta akan aku penuhi.
Dan Allah Ridho. Hingga lulus D3,
aku masih mendapatkan beasiswa. Lulus dengan predikat cumlaude dan menjadi
lulusan terbaik prodi akuntansi angkatan 2012. Maha Besar Allah.
Tak menunggu lama, Allah angkat
derajatku kembali. Aku diangkat menjadi karyawan kontrak diperusahaanku
sekarang, tempat dimana aku magang saat kuliah, sempat menjadi karyawan tanpa
identitas dan jobdesc yang jelas, hingga akhirnya bisa merasakan ilmuku
bermanfaat dan bisa digunakan sesuai dengan pekerjaanku.
Dulu, saat aku bekerja di travel
umroh, salah satu manager disana berpesan padaku ‘Bung, kalo mau Allah cukupkan
rezeqi kita, jangan tinggal sholat dhuha, dan minimal empat raka’at’.
Allah memang tidak pernah ingkar
pada setiap janjinya. Setelah itu, aku masih mampu melanjutkan kuliah ke tahap
selanjutnya. Dengan biaya sendiri tanpa beasiswa. Dengan gaji yang kupunya
sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku masih harus menabung dan berhemat. Saat
teman-temanku bisa traveling kemanapun mereka mau. Aku cukup membaca novel
dengan latar luar negeri agar aku tahu bagaimana indahnya wisata disnaa.
Sekali lagi, Allah tidak pernah
tidur. Siapa sangka dengan kondisiku saat itu, aku bisa pergi ke luar negeri. Merasakan
bagaimana naik pesawat dan kapal feri. Menikmati pemandangan yang berbeda,
suasana, bahasa, makanan, budaya yang lain. Bisa berbagi oleh-oleh dan
cerita yang tidak akan habis hingga waktuku selesai nanti.
Masa-masa ku saat melanjutkan
kuliah menjadi lebih berat karena mulai terpikir olehku, setelah ini aku mau
apa?. Saat itu tak pernah terpikir aku bisa menikah muda. Aku belum punya cukup
uang untuk menggelar pesta meriah, lagipula orang yang saat itu bersamaku
seolah menunda dengan berbagai alasan dan dilematis keluarga.
Pada saatnya, aku mencoba pasrah.
Ku tinggalkan semua yang mampu menghambatku. Walau sakit tapi itu harus, karena
waktu terus berlalu. Hasbunalloh. . .
Dengan rahmat Allah, aku
dipertemukan dengan laki-laki yang semuanya baik, dari keluarga yang baik, pekerjaannya
baik dan seolah memiliki masa depan yang baik. Perlahan aku mengadu juga
merayu, bukan pada ibuku atau ayahku tapi pada Allah. Aku pernah mengecewakan
mereka dengan mendatangkan seorang lelaki yang belum dewasa. Maka lebih baik
aku menyimpan semuanya hingga aku percaya.
Entah mengapa untuk masa kuliah
sarjanaku, aku menjadi gadis yang sulit untuk percaya. Hanya bisa bersikap
baik, tapi sulit menerima. Apapun yang telah diperjuangkan mereka, terkadang
tak terpikir olehku bahwa itu untukku, untuk meyakinkanku. Seperti hati ini sudah
dibuat begitu keras hingga sulit di lembutkan.
Hingga datang masa dimana aku
butuh seseorang, yang mampu mendukungku bukan sebatas ucap kata semangat, tapi
juga sikap yang mampu membuatku bertahan dengan segala kondisinya saat itu. Dimana
banyak biaya yang harus aku keluarkan untuk kuliah, hidup dan masa depanku. Masa
dimana sahabatku satu persatu memiliki pasangan, menikah dan aku tidak ingin
menambah beban mereka.
Alhamdulillah, Allah mempertemukan aku dengan
dia yang sama-sama sudah pasrah. Yang segala sesuatunya sama seperti yang aku
minta pada Allah.
‘Rabbana Hablana Min ajwajina wa
duriyatina qurrota ayyuniw waj’alna lil muttaqiina imamaa’
Ya Tuhan
kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyejuk hati, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang
bertaqwa (QS. Al-Furqan : 74)
Do’a yang
sejak SD aku panjatkan, do’a yang aku mau kelak pendampingku adalah
sebaik-baiknya pendamping yang mampu memahami masa laluku, keluargaku.
Dia ada,
membantu masa-masa tersulitku. Berdo’a bersama orang tuaku, memberikan dukungan
terbaik untukku, mendengar setiap keluh kesah dan tangisku yang tak sanggup aku
ceritakan pada ayah dan ibuku. Menjadi advisor agar aku senantiasa berprasangka
baik pada apapun, apapun!.
Sejak saat
itu, aku berdo’a dan berusaha agar aku dipantaskan besamanya.
Oktober 2017-
Aku lulus,
diwaktu yang tepat. Dengan predikat cumlaude, mahasiswi yang mengorbankan
setengah dari gajinya agar bisa hidup lebih baik, mahasiswi yang sempat tak
punya teman, kehilangan orang-orang terdekatnya dan masih bisa tegar,
mahasiswi yang sudah di hinakan di fitnah tapi masih tangguh berdiri dan
percaya Allah Maha Adil-Allah Maha Melihat, mahasiswi yang semakin dewasa dan
semakin siap menerima perjalanan indah berikutnya dari Allah, mahasiswi yang
hati dan pikirannya sudah lebih lapang dan tenang, mahasiswi yang kini disayang
dimanapun ia menginjakan kakinya, mahasiswi yang berkat do’a dan dukungan
ayah-ibu-dede bisa lulus kuliah tanpa bantuan dari orang-orang yang hatinya
sempit, mahasiswi yang akhirnya menyelesaikan keinginan ibu untuk melihat
anaknya menjadi seorang Sarjana.
Semua karena
Ridho dari Allah.
Jika bukan
karena perjalanan hidup yang sedemikian rupa. Tak akan ada pendewasaan hidup
yang mebuatku mengerti bahwa Allah Maha Besar. Apa yang aku minta, selalu Allah
beri. Semua dengan cara-Nya yang tidak pernah kuduga. Lingkungan, sahabat dan
keluarga baru yang selama tujuh tahun ini mengiringi setiap langkahku adalah
bukti bahwa Rahmat Allah berterbaran dimana-mana.
Terkadang kalimat
‘Allah memberikan yang kita butuhkan bukan kita inginkan’ memang baru terasa
saat semua sudah finish. Saat kita sudah merasakan nikmatnya hidup dijalan yang
sesungguhnya, bukan kamuflase belaka.
Pesanku seperti
pesan dari orang tu’aku dan orang-orang yang mengasihiku. Allah, Allah dan
Allah, libatkan Allah selalu, selalu dan selalu. Sholat dhuha empat raka’at dan
sedekah yang dawam. Bukan karena banyaknya rezeqi yang kita bagi, tapi ada rasa
dimana rezeqi yang kita miliki bukan hanya milik kita dan mohonlah perlindungan
hanya pada Allah. Ibadah tak mengenal kata sudah. Karena saat kita melibatkan Allah,
semua akan berjalan lebih baik dari yang kita idamkan, inshaa Allah.
Terimakasih, jazakumulloh khoiron katsiro. Untuk semua yang senantiasa mendo'akan kebaikan, mendukung baik secara moral dan materil. Semoga kita senantiasa menjaga ukhuwah islamiyah dan Allah lapangkan segala urusan juga rezeqi kita semua, meridhoi segala hajat kita kedepannya
aamiin ya rabbal alamin
Bandung, dengan penuh cinta
Bunga Fitriani, SE
Komentar
Posting Komentar
Berbagilah, karena itu indah :)